MAGELANG, SUARA MERDEKA - Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal Petrus Reinhard Golose menghadiri Musyawarah Perencanaan BNN dengan judul "Akselerasi War On Drugs Menuju Indonesia Bersinar" di Hotel Grand Artos, Magelang, Senin (6/2/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Golose mengatakan BNN saat ini fokus pada penanganan kasus narkoba di daerah pertambangan karena di sini banyak penggunanya.
Sebelumnya, terutama pada masa pembatasan kegiatan masyarakat akibat pandemi Covid-19, pengguna narkoba banyak ditemukan di apartemen, kos, dan rumah. Seiring longgarnya kegiatan masyarakat, pengguna narkoba pun ditemukan di tempat hiburan.
Adapun, dari 1.200 new psychoactive substances (NPS) dunia, 91 di antaranya beredar di Indonesia.
Baca Juga: Pinjam Motor Tak Dikembalikan, Warga Bayan Terancam Dipenjara 4 Tahun
"Namun, yang paling banyak beredar di masyarakat masih sabu. Dibandingkan dengan (masyarakat) Eropa, mereka tidak menyukai met [metamfetamina] atau sabu. Mereka tetap (mengonsumsi) kokain, heroin, dan NPS," jelas Golose.
Dia menambahkan BNN berhasil menurunkan jumlah kawasan rawan narkoba sebanyak 689 daerah. Dari semula 8.691 daerah pada 2021 menjadi 8.002 pada 2022.
Dikutip dari buku Pemetaan Kawasan Narkoba (2015), kawasan rawan narkoba, menurut Cetak Biru Pemberdayaan Masyarakat BNN (2012), wilayah yang diidentifikasi memiliki budaya madat narkoba dan adanya bukti lokus, modus, dan jalur edar narkoba, baik di perkotaan maupun perdesaan.
Berdasarkan karakteristiknya kawasan rawan narkoba dibagi menjadi dua, yaitu kawasan hulu dan kawasan hilir atau kawasan produksi (penanaman narkotika) dan kawasan pasar (peredaran gelap narkoba).
Baca Juga: Soal Pemasangan Atribut, Wali Kota Magelang Bakal Temui Panglima TNI
Kawasan rawan narkoba kerap menjadi target sasaran penyelidikan, penyidikan, razia, dan pengungkapan secara berulang. Sehingga, masyarakat mengenali wilayah terkait sebagai kawasan rawan narkoba.