MAGELANG, SUARA MERDEKA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata menyatakan, sejak adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tren korupsi pada bidang kesehatan berubah.
Sebelumnya, dia menjelaskan, tren korupsi di bidang kesehatan kebanyakan soal pengadaan alat kesehatan, pembangunan infrastruktur fasilitas kesehatan, dan obat-obatan. Namun, kini korupsi lebih banyak pada penyalahgunaan jaminan kesehatan.
"Potensi kecurangan JKN yang terdeteksi beranjak naik dari sekitar 175 rib klaim pada tahun 2015 dengan nilai kerugian sejumlah Rp440 miliar, menjadi lebih dari satu juta klaim pada tahun 2016," katanya saat membuka seminar bertajuk Fraud in Social Health Insurance : Prevention, Detection and Elimination secara daring, Kamis (8/12/2022).
Seminar tersebut diadakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Plataran Heritage Borobudur Hotel, Borobudur, Kabupaten Magelang.
Baca Juga: Pernyataan Dhio yang Kesal Ditagih Hasil Investasi, Polisi: Alasan Belaka
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengatakan, kecurangan dalam hal asuransi kesehatan bisa dilakukan berbagai pihak. Seorang pasien, misalnya, yang menggunakan kartu BPJS Kesehatan milik orang lain karena dia tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Kemudian, pihak rumah sakit yang sengaja salah menuliskan diagnosis penyakit kepada pasien karena penyakit itu memiliki nilai klaim yang besar.
BPJS Kesehatan juga disebut berpotensi melakukan korupsi. Contoh tidak membayarkan secara penuh dana kapitasi.
Ditanya jumlah kasus yang ditemukan pihaknya tahun ini, Ghufron tidak menyebutkan secara spesifik. "Ada beberapa," ujar nya.
Sementara itu, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Krenowati menerangkan, salah satu upaya dalam pencegahan kecurangan adalah dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Baca Juga: 25 Kades di Magelang Dilantik, 10 di Antaranya Terpilih Lagi
Dia menyebut ada tiga fokus pengembangan AI, yakni pengalaman pengguna, peningkatan proses, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan prediksi.
"Salah satu upaya pencegahan kecurangan berbasis AI dilakukan dalam proses verifikasi klaim layanan berbasis digital atau Vedika [Verifikasi Digital Klaim].
Dalam Vedika, sistem tersebut kini sudah semakin matang, merekam data setiap harinya yang jumlahnya tidak sedikit. Dari data tersebut terus berkembang hingga menghasilkan data-data analisa, termasuk data analisa yang berpotensi atau diindikasi sebagai fraud," papar Lily.