Roh itu berupa roh orang yang sudah meninggal dunia, nenek moyang, atau leluhur. Bagian-bagian dari alam, benda, tumbuhan, atau hewan juga sering dianggap mempunyai roh dan mempunyai kekuatan besar, maka gunung atau laut dianggap harus dihormati keberadaannya.
Masih Ada
Sebagian kepercayaan tersebut kemungkinan masih ada. Kepercayaan ini sulit dibedakan dengan pemahaman bahwa ada makhluk tidak kelihatan yang juga hidup bersama manusia, tempatnya bisa di mana saja, gunung, laut, dan lainnya.
Mereka juga dianggap memiliki kekuatan dan kekuasaan atas tempat tertentu sehingga harus mendapat penghargaan atas keberadaannya.
''Tradisi membuat sesaji dapat menjadi bagian bentuk masih adanya kepercayaan tersebut. Manusia merasa harus berdamai, hidup bersama makhluk yang tidak kelihatan, melakukan sesaji adalah salah satu caranya,'' jelas Sartini.
Baca Juga: Kembangkan Wisata Sejarah, Ngawi-Jogja Bisa Bekerja Sama
Namun demikian di lingkungan Islam, fenomena sesaji memunculkan banyak tafsir. Pandangan intinya sesaji yang dipersembahkan untuk memohon sesuatu kepada selain Allah hukumnya haram atau dilarang. Masih ada pula pandangan yang agak memberi peluang hal dibolehkannya sesaji.
Orang yang membolehkan mungkin berpandangan melakukannya sebagai sekadar tradisi dan niat permohonannya tetap kepada Allah, maka hal itu tidak menjadi masalah. Alasannya, karena niat permohonannya ditujukan kepada Allah.
Masalahnya, tidak bisa orang memahami niat orang lain dengan hanya melihat apa yang dilakukan. Inilah yang sering menimbulkan banyak persoalan sosial.
''Keyakinan dan pemahaman sebagian masyarakat mengenai sesaji merupakan akumulasi pengalaman sepanjang hidup. Dalam kelompok yang mungkin mengakomodasikan agama dan tradisi, hibridisasinya dapat dilakukan dengan mensosialisasikan makna simbolnya sehingga orang tidak memahaminya sebagai mitos dan kepercayaan semata yang bila sesuatu tidak dilakukan akan menyebabkan hal-hal tertentu. Rasionalisasi simbol-simbol ritual diperlukan untuk menghadapi masyarakat yang semakin modern, rasional dan bahkan materialistik,'' papar Sartini.