MAGELANG, SUARA MERDEKA - Perubahan iklim menjadi ancaman bagi sektor pertanian. Ancaman kian serius ketika jumlah populasi dunia akan terus tumbuh dan diperkirakan mencapai 9 miliar pada tahun 2050.
Hal itu disampaikan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tidar, Usman Siswanto pada kuliah umum "Suistanable Agriculture in Indonesia & Belarus", Rabu (23/3). Kegiatan ini hasil kerja sama antara Universitas Tidar dan Belarusia State Agriculture Academy (BSAA).
Usman mengatakan seiring populasi masyarakat bertambah, kebutuhan pangan juga bertambah. Begitu juga dengan permintaan akan air dan energi.
Cuaca yang ekstrem, lanjutnya, berpengaruh pada kualitas dan jumlah produksi pangan. Terutama kedelai, gandum, beras, dan jagung yang merupakan dua pertiga sumber makanan masyarakat di seluruh dunia.
Baca Juga: Cegah Perdarahan Otak, Peneliti Untidar Ciptakan Purwarupa Koil
"Solusinya pada penerapan sistem dan produksi yang tepat, seperti sistem tanaman-ternak, budi daya tanaman terpadu, pertanian konservasi, agroforestri, pertanian peka nutrisi, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan pengelolaan perikanan berkelanjutan," paparnya.
Head of The Department of Geodesy and Photogrammetry BSAA, Tamara Nikolaevna Myslyva menyebutkan, lahan pertanian di Belarusia mencapai 41 persen dari total area, lahan hutan 42 persen, lahan air dan rawa 6 persen, dan 11 persen lainnya.
Adapun hasil utama pertanian berupa kentang dan gandum, serta hasil peternakan meliputi daging sapi dan susu.
Tamara menambahkan guna mengatasi dampak perubahan iklim terhadap pertanian dan peternakan perlu teknologi modern yang disesuaikan dengan kedua sektor tersebut.