Ahmad Mustofa Bisri menyatakan diri sebagai manusia yang merdeka. Dengan keyakinan itu, dia bebas menentukan pilihan hidup dan perilaku. Tidak ada yang bisa mendiktenya, kecuali Allah.
Bagi Gus Mus, kemerdekaan yang ia miliki membuat hidup ini relatif terasa lega dan menyenangkan. Walakin, di lingkungan yang pengap dan sumpek.
Bila mau, Gus Mus–dengan profil sebagai ulama besar dan mantan politikus–agaknya bisa menduduki jabatan prestisius di lembaga negara atau pemerintahan. Tapi, ia merdeka. Gus Mus bersetia pada kesenian.
"Kalau yang di sana (Allah) tidak melarang saya, saya akan lakukan apa saja. Asal yang di sana tidak memarahi saya, persetan itu semua. Itu yang membuat saya merdeka," tegasnya, Sabtu (11/3/2023).
Pernyataan tersebut dilontarkan dalam pameran seni rupa Lanskap Gus Mus di OHD Museum, Kota Magelang, Jawa Tengah, 12 Maret hingga 12 Juni 2023. Pameran ini menampilkan 134 karya seni rupa, baik garapan Gus Mus sendiri, kolaborasi dengan cucu dan keponakannya, hingga karya santrinya.
Berkarya yang Semau Gue
Dalam pengakuannya, Gus Mus berkarya dengan sikap 'semau gue'. Sikap yang menemukan titik temunya dengan kemerdekaan, spirit hidup ulama asal Rembang, Jateng itu.
Gus Mus dikenal sebagai penyair cum cerpenis prolifik. Karya rupanya sejatinya tak kalah jumlahnya dengan gubahan sastranya. Lukisan bukan medium baru. Dalam Lanskap Gus Mus, ada lukisan yang tercatat dibuat pada 1999, bertajuk Sendiri.
Sendiri menampilkan figur perempuan tengah duduk. Bukan berasal dari cat, karya berukuran 26 x 24 cm ini dilukis menggunakan klelet (residu) rokok di atas kertas. Pemilihan material lukis yang genuine pada era itu.
Karya klelet lain juga dipajang tapi dengan medium amplop surat. Sebanyak 64 amplop menampilkan figur dan kaligrafi secara mini. Karya ini dibuat ketika dulu Gus Mus aktif merokok.
Kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo menuturkan, Gus Mus tidak pernah terperangkap atau memerangkapkan diri dalam satu cara dan gaya. Gus Mus menjelajahi beragam material dan teknik secara merdeka: kopi, nikotin, cat minyak, akrilik, tinta, kertas, dan kanvas.
"Saya kira pernyataan beliau bersyukur menjadi manusia merdeka bukan retorika, itu riil. Dalam keyakinan Islam, misalnya, ada yang mempersoalkan jika menggambar makhluk hidup. Gus Mus melampaui itu semua," jelas Suwarno.
Lukisan Gus Mus yang dianggap kontroversial, tentu, Berdzikir Bersama Inul (2003), yang juga dipajang dalam Lanskap Gus Mus. Sesosok Inul digambarkan sedang beraksi dengan gaya khasnya, dikelilingi orang-orang berpeci, berkopiah atau serban–atribut khas kiai. Semua figur digambarkan tak berwajah, tidak lebih dari goresan abstrak.
Karya tersebut, pada masa itu, seperti menyindir pemuka agama yang lebih mengurusi penampilan penyanyi dangdut ketimbang masalah penting lainnya.